Hari ini aku melakukan pemeriksaan antibody untuk hepatitis B (nama antibady-nya: AntiHbSAg). Dalam waktu dekat ini aku akan melanjutkan studi praktik di RS (KoAss;
Ko-Assisten), jadi sebelum praktik anak-anak koas wajib vaksin
hepatitis B, untuk jaga-jaga, karena petugas medis, baik itu dokter,
perwat, maupun bidan, merupakan risiko tinggi terkena penyakit hepatitis
B, jadi gak ada salahnya dong untuk melakukan vaksin hepatitis B.
Sebenarnya waktu bayi (sebagian besar) dari kita sudah melakukan vaksin
hepatitis B sewaktu kurang lebih 12 jam pasca kelahiran, maka untuk
memastikannya lagi dilihat dari antibody yang sudah terbentuk. Jika
antibody nya masih ada, maka gak perlu lagi vaksin hepatitis B. (aku
arus bersyukur banget, waktu aku bayi nyokap sudah melakukan vaksinasi
kepadaku, itu terbukti dari buku KMS #KartuMenujuSehat# yang masih
tersimpan rapi dalam lemari khsus milik nyokap #udah 22 tahun# apresiasi buat nyokap!).
Pagi
ini jam 10 tadi aku mendatangi Prodia bersama teman-teman yang lain.
Kami mendaftarkan diri, dan mnunggu giliran untuk dilakukan pengambilan
sampel. JIAAAH!!! aku giliran pertama! Aku paling takut dengan
namanya jatum atau apalah-apalah yang dimasukan dalam tubuh. Aku
menggenggam erat tangan temanku. Sebelumnya aku pernah merasakan ini
sewaktu dirawat di RS suspek DBD (Deman Berdarah), tapi sepertinya kali
ini berbeda dari yang sebelumnya. Nyeri yang aku rasakan hanya sedikit
sekali.
Selidikpunya
selidik ternyata memang alat di prodia ini canggih (bukan maksud
promosi), tapi memang benar, sakit yang dirasakan tidak terlalu, karena
disana tidak menggunakan alat suntik untuk mengambil sampel darahnya,
tapi menggunakan alat khusus yang otomatis menghisap darah kita secara
perlahan (kayak nyamuk aja).
Ini foto tanganku sehabis dihisap oleh itu alat:
Hasilnya
baru diketahui besok jam lima sore. Nah, yang aku bingungkan disini,
waktu aku mengambil sampel darahnya dalam kondisi puasa. Banyak issu
sana sini yang mengatakan kalau kita puasa gak boleh disuntik atau
apapunlah jenisnya. Memamng sebelum diambil sampel darahnya, aku sempat
berdiskusi dengan nyokap mengenai status puasaku, dan kata nyokap memang
kalau memasukkn sesuatu ke dalam lubang dalam tubuh membatalkan puasa,
tapi kalau sekedar mengambil sampel darah itu gak papa, selagi darah
yang diambil masih bisa ditolerin sama tubuh, kalau hanya sekedar
mengambil darah hanya untuk sampel, yaa gak papa. Itu kata nyokap.
Jadinya yaa aku ikutin kata beliau, aku tetap mengambil sampel darah
dalam keadaan puasa.
Penasaran yang lebih dalam, aku mulai googleing, dan mendapatkan artikelnya dr.Raehanul Bahrean yang meyatakan "Pengambilan Sampel Darah di Laboratorium TIDAK Membatalkan Puasa". Disana lengkap banget dijelasin beliau. Penjelasannya sama persis dengan Jawaban nyokap. Nyokap the best lah pokoknya. Tepuk tangan untuk nyokap! #Prok...prok...prok... Berikut isi artikelnya:
Hal ini terkait dengan apakah mengeluarkan darah membatalkan puasa
atau tidak. Pendapat terkuat adalah mengeluarkan darah tidak membatalkan
puasa kecuali jika sampai melemahkan badan, bisa jadi karena jumlah
darah yang keluar banyak. Hal ini dikiaskan dengan berbekam dan
pendapat terkuat berbekam tidak membatalkan puasa kecuali jika
menyebabkan kelemahan badan.
dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
“Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Anas mengatakan, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”[1]
Demikian juga hadits,
رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam.”[2]
Oleh karena itu sekedar mengambil darah 5-10 ml untuk keperluan pemeriksaan laboratorium tidaklah membatalkan puasa.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya,
س: ما حكم من سحب منه دم وهو صائم في رمضان، وذلك بغرض التحليل من يده اليمنى ومقداره (برواز) متوسط؟
Apa hukum orang yang diambil (sedikit) darah dari tangan kanannya
sedangkan ia dalam keadaan berpuasa di bulan Ramadhan untuk tujuan
pemeriksaan laboratorium. kadar yang diambil satu spuit (suntikan)
ukuran sedang (umumnya 10 ml).
ج: مثل هذا التحليل لا يفسد الصوم بل يعفى عنه؛ لأنه مما تدعو الحاجة إليه، وليس من جنس المفطرات المعلومة من الشرع المطهر
Jawaban:
Pemeriksaan semacam ini tidak membatalkan puasa bahkan
dimaafkan (mendapat keringanan) karena memang ada kebutuhan. Bukan
termasuk pembatal puasa yang telah diketahui dalam syariat yang suci
ini.[3]
Demikian juga penjelasan dari syaikh Muhammad bin shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau berkata,
لا
يفطر الصائم بإخراج الدم من أجل التحليل ، فإن الطبيب قد يحتاج إلى الأخذ
من دم المريض ليختبره ، فهذا لا يفطر ؛ لأنه دم يسير لا يؤثر على البدن
تأثير الحجامة فلا يكون مفطرا ، والأصل بقاء الصيام ولا يمكن أن نفسده إلا
بدليل شرعي
“Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium tidak membatalkan
puasa. Dokter butuh mengambil sedikit darah dari pasien untuk
memeriksanya. Ini tidak membatalkan karena merupakan darah yang sedikit
dan tidak berpengaruh terhadap badan sebagaimana berbekam juga tidak
membatalkan puasa. Maka hukum asalnya adalah tetap sah puasanya. Tidak
bisa membatalkan kecuali dengan dalil syar’i.”